Langsung ke konten utama

Etika Profesi & Kode Etik Profesi (Akuntansi)

Etika Profesi
Apa yang terbesit dibenak kalian ketika mendengar kata "Etika Profesi"? 
Aturan berperilaku seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan profesinya. Kurang lebih seperti itu. 

Sebelum masuk kedalam pembahasan, ada baiknya jika kita membahas arti dari masing-masing kata "etika" dan "profesi".
Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control" atau pengendalian diri. Kata Etika juga identik dengan moral, karena moral berkaitan dengan akhlak manusia. Misalnya, jika ada seseorang yang melanggar nilai-nilai moral, maka perbuatannya dianggap tidak memiliki etika karena melanggar nilai dan norma yang berlaku.
Profesi
Profesi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu profess yang bermakna "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanent". Dengan kata lain, profesi merupakan pekerjaan yang dilakukan seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam suatu bidang pekerjaannya. Biasanya dalam suatu profesi di tuntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian, tanggung jawab sosial, pengendalian diri dan etika sesuai dengan profesinya.
Lalu menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994;6-7)  etika profesi merupakan sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat. Dapat diambil kesimpulan jika etika profesi adalah aturan atau norma khusus dalam berperilaku terhadap suatu bidang pekerjaan.
Kode Etik Profesi
Setelah penjelasan tentang Etika Profesi, selanjutnya adalah Kode Etik Profesi. Kode didalam etika profesi menunjukkan bahwa tatanan/aturan yang ada didalam suatu kelompok dan telah disepakati. Kode etik umumnya termasuk kedalam norma sosial, tapi jika memiliki sanksi yang tegas dapat masuk kedalam norma hukum yang didasari kesusilaan.

Kode etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis bagi seseorang untuk berperilaku dan berbudaya sesuai dengan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukannya. Tujuan kode etik agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau nasabahnya. adanya kode etik akan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang tidak profesional atau tidak sesuai dengan aturannya.

Dalam buku Etika karangan Bertens. K. (2007), dalam menjalankan profesi, seseorang harus memiliki dasar-dasar yang diperhatikan, diantaranya:
  1. Prinsip Tanggung Jawab
    Seseorang yang memiliki profesi harus mampu bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut, khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.
  2. Prinsip Keadilan
    Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan profesinya tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan dengan profesi tersebut.
  3. Prinsip Otonomi
    Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional untuk diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.
  4. Prinsip Integritas Moral
    Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya dan masyarakat.

Kode Etik Profesi Akuntansi

Kode etik dalam profesi akuntansi adalah kesediaan akuntan menerima tanggung jawab untuk bertindak bagi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab Akuntan Profesional tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Dan dalam bertindak bagi kepentingan publik, Akuntan Profesional memerhatikan dan mematuhi ketentuan Kode Etik yang berlaku.

Akuntansi Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:
  1. Integritas: bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
  2. Objektivitas: tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan profesional atau bisnis.
  3. Kompetensi dan kehati-hatian profesional: menjaga pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
  4. Kerahasiaan: menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali terdapat suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau pihak ketiga.
  5. Perilaku Profesional: mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan menghindari perilaku apapun yang mengurangi kepercayaan kepada Akuntan Profesional.
Dalam profesi Akuntan, ada ancaman yang dapat timbul melalui beragam jenis hubungan dan keadaan. Ketika ada hubungan atau keadaan yang menimbulkan suatu ancaman, maka ancaman tersebut dapat mengurangi kepatuhan Akuntan Profesional terhadap prinsip dasar etika. Ancaman dapat mempengaruhi kepatuhan pada lebih dari satu prinsip dasar etika. Ancaman dapat dikategorikan menjadi:
  1. Ancaman kepentingan pribadi (self-interest threat), yaitu ancaman yang terkait dengan kepentingan keuangan atau kepentingan lain yang akan mempengaruhi pertimbangan atau perilaku Akuntan Profesional secara tidak layak;
  2. Ancaman telaah pribadi (self-review threat), yaitu ancaman yang terjadi akibat dari Akuntan Profesional tidak dapat sepenuhnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang dilakukan atau jasa yang diberikan oleh Akuntan Profesional lain pada Kantor Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh Akuntan Profesional untuk melakukan pertimbangan sebagai bagian dari jasa yang sedang diberikan;
  3. Ancaman advokasi (advocacy threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional akan mempromosikan posisi klien atau organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat mengurangi objektivitasnya;
  4. Ancaman kedekatan (familiarity threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional terlalu bersimpati pada kepentingan klien atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu mudah menerima hasil pekerjaan mereka, karena hubungan yang dekat dan telah berlangsung lama dengan klien atau organisasi tempatnya bekerja; dan
  5. Ancaman intimidasi (intimidation threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional dihalangi untuk bertindak secara objektif karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk upaya mempengaruhi Akuntan Profesional secara tidak sepantasnya.
Contoh Kasus:
"Ketika Skandal Fraud Akuntansi Menerpa British Telecom dan PwC" Jakarta, Warta Ekonomi.co.id - 22/06/2017 

Fraud tidak pandang bulu. Perusahaan besar multinasional pun ikut mengalami fraud. Sejak awal triwulan kedua 2017 telah muncul isu terjadinya fraud akuntansi di British Telecom. Perusahaan raksasa Inggris ini mengalami fraud akuntansi di salah satu lini ushahanya di Italia.

Sebagaimana skandal fraud akuntansi lainnya, fraud di British Telecom berdampak kepada akuntan publiknya. Tidak tanggung-tanggung, kali ini yang terkena dampaknya adalah Price Waterhouse Coopers (PwC) yang merupakan kantor akuntan publik ternama di dunia dan termasuk the bigfour.

Tentu saja dampak fraud akuntansi ini bukan saja menyebabkan reputasi kantor akuntan publik tersebut tercemar, namun ikut mencoreng profesi akuntan publik. Padahal eksistensi akuntan publik sangat tergantung pada kepercayaan publik kepada reputasi profesional akuntan publik. British Telecom segera mengganti PwC dengan KPMG. KPMG juga merupakan the bigfour.

Yang mengejutkan adalah relasi PwC dengan British Telecom telah berlangsung sangat lama, yaitu 33 tahun sejak British Telecom diprivatisasi 33 tahun yang lalu. Board of Director British Telecom merasa tidak puas atas kegagalan PwC mendeteksi fraud akuntansi di Italia.

Fraud akuntansi ini gagal dideteksi oleh PwC. Justru fraud berhasil dideteksi oleh pelapor pengaduan (whistleblower) yang dilanjutkan dengan akuntansi forensik oleh KPMG. Modus fraud akuntansi yang dilakukan British Telecom di Italia sebenarnya relatif sederhana dan banyak dibahas di literatur kuliah auditing namun banyak auditor gagal mendeteksinya yakni melakukan inflasi (peningkatan) atas laba perusahaan selama beberapa tahun dengan cara tidak wajar melalu kerja sama koruptif dengan klien-klien perusahaan dan jasa keuangan.

Modusnya adalah membesarkan penghasilan perusahaan melalui perpanjangan kontrak yang palsu dan invoice-nya serta transaksi yang palsu dengan vendor. Praktik fraud ini sudah terjadi sejak tahun 2013. Dorongan untuk memperoleh bonus (tantiem) menjadi stimulus fraud akuntansi ini.

Dampak fraud akuntansi penggelembungan laba ini menyebabkan British Telecom harus menurunkan GBP530 juta dan memotong proyeksi arus kas selama tahun ini sebesar GBP500 juta untuk membayar utang-utang yang disembunyikan (tidak dilaporkan). Tentu saja British Telecom rugi membayar pajak penghasilan atas laba yang sebenarnya tak ada.

Skandal fraud akuntansi ini, sebagaimana biasanya, berdampak kerugian kepada pemegang saham dan investor di mana harga saham British Telecom anjlok seperlimanya ketika British Telecom mengumumkan koreksi pendapatannya sebesar GBP530 juta di bulan Januari 2017.

Luis Alvarez, Eksekutif British Telecom yang membawahi British Telecom Italia pun angkat kaki. Chief Executive Officer British Telecom Gavin Patterson dan Chief Financial Officer Tony Chanmugam dipaksa mengembalikan bonus mereka masing-masing GBP340.000 dan GBP193.000. Beberapa pemegang saham British Telecom segera mengajukan tuntutan kerugian class-action kepada korporasi karena dianggap telah mengelabui investor dan tidak segera mengumumkan fraud keuangan tersebut.

Saat ini atas fraud akuntansi tersebut, penegak hukum Italia sedang melakukan proses investigasi terhadap tiga orang mantan eksekutif dan dua staf British Telecomm di Italia. Tuduhan fraud dialamatkan kepada Gianluca Cimini – mantan Chief Executive Officer British Telecom di Italia yang dianggap paling bertanggung jawab melanggar tata kelola perusahaan terkait permainan dengan vendor dan kontraknya serta perilaku yang mengintimidasi bawahan.

Mantan Chief Operating Officer Stefania Truzzoli dituduh memanipulasi hasil operasional yang dipakai menjadi dasar pemberian bonus dan memanipulasi informasi hasil kinerja ke korporasi induk (British Telecomm Europe). Mantan Chief Financial Officer Luca Sebastiani juga menerima tuduhan karena tidak mampu melaporkan fraud keuangan dan mendorong pegawainya Giacomo Ingannamorte membuat invoice palsu.

Luca Torrigiani, mantan staf yang bertanggung jawab kepada klien pemerintah dan klien besar lainnya dituduh melanggar aturan British Telecom dengan memilih vendor dan menerima pembayaran dari agen British Telecom Italia.

Bagi PwC, masalah ini menjadi yang kedua kalinya menerpa dalam dua tahun belakangan ini setelah Tesco karena gagal memberitahukan ratusan juta poundsterling laba yang hilang. Yang menarik, di Inggris terdapat lembaga antifraud yaitu Serious Fraud Office (SFO) yang melakukan penegakan hukum atas skandal fraud termasuk fraud oleh atau di korporasi.

SFO mengenakan sanksi denda GBP129 juta kepada mantan-mantan eksekutif British Telecomm atas tuduhan fraud ini. British Telecom adalah korporasi induk yang berkedudukan di Inggris. Pelajaran yang diambil dari fraud di atas adalah

1. fraud bukan hanya terjadi di perusahaan kecil, negara terbelakang, dan negara berkembang atau terjadi di pemerintahan (anggaran negara) melainkan terjadi juga di negara maju dan korporasi ternama. Ini artinya fraud harus dianggap sebagai bahaya laten atau risiko bawaan di setiap organisasi;

2. fraud tidak hanya menyeret kantor akuntan publik skala kecil atau menengah, namun semua bigfour tidak ada yang luput dari kegagalan auditnya dalam mendeteksi fraud;

3. perusahaan harus memperhatikan tata kelolanya. Sistem manajemen kinerja yang sehat dan wajar adalah bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Pada kasus ini, dorongan untuk memperoleh bonus (tantiem) menjadi stimulus fraud akuntansi ini. Biasanya bonus diukur dari kinerja keuangan dan kinerja itu diukur dari pelampauan atas indikator laba dan aset yang telah ditentukan.

Selain itu, sistem pelaporan pengaduan (whistleblowing) yang dikelola dengan baik dan terpercaya merupakan bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Pada kasus ini, dugaan fraudefektif terbongkar melalui whistleblower;

4. untuk menilai nilai suatu korporasi (corporate value) oleh investor dan kreditor semestinya harus mengevaluasi desain dan keefektifan tata kelolanya. Value suatu organisasi mestinya tidak hanya mengacu pada kinerja keuangan;

5. Publik tidak bisa mengandalkan akuntan publik untuk mendeteksi fraud dalam penugasannya melakukan audit atas laporan keuangan dikarenakan karakteristik fraud yang selalu disembunyikan dan ditutupi, adanya informasi asimetri, dan groupthinkyang kohesif melindungi perbuatan tidak etis, serta kelemahan bawaan atau keterbatasan sistem pengendalian intern untuk mencegah fraud apabila terjadi kolusi dan pengabaian kontrol oleh eksekutif itu sendiri.

Selain itu, dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, walaupun akuntan publik disyaratkan oleh standar auditing agar mewaspadai fraud yang material namun prosedur audit atas laporan keuangan tidak dirancang secara khusus untuk mendeteksi fraud;

6. akuntan publik tidak didesain menjadi seorang fraud investigator. Meskipun akuntan publik dan para asistennya diberikan pengetahuan dan pelatihan tentang fraud, bukan berarti mereka memiliki keahlian yang sama dengan fraud investigator;

7. sikap atau posisi akuntan publik terhadap risiko fraud serupa dengan audit intern bahwa aktivitas audit intern diselenggarakan bukan untuk mendeteksi dan mengungkap praktik-praktik fraud di organisasinya. Pengetahuan dan keahlian auditor intern pun tidak sama dengan orang yang spesialis antifraud atau menjadi investigator fraud. Oleh karena itu, belum saatnya berharap banyak kepada audit intern untuk selalu mampu mendeteksi frauddalam setiap perikatan tugasnya.

8. fraud akuntansi atau fraud laporan keuangan bukanlah suatu akhir. Fraud akuntansi pasti memiliki motif, apakah motif untuk memaksimalkan tantiem, menjaga value korporasi secara finansial, atau bisa juga untuk membungkus penggelapan yang sudah terjadi;

9. di Indonesia, fraud tertentu diatur oleh undang-undang tertentu seperti fraud perbankan, pasar modal, perpajakan yang memiliki ketentuan pidana dan kewenangan penegakan hukum sendiri. Di luar itu, penegakan hukum yang menindaklanjuti dugaan fraud umum menjadi urusan kepolisian. Tidak ada institusi khusus yang menangani fraud seperti SFO di Inggris atau Satuan Tugas Penegakan Hukum atas Fraud Finansial yang melibatkan berbagai institusi pemerintah di Amerika Serikat. Penegakan hukum atas fraud umum yang melanda korporasi baik secara pidana atau denda yang material relatif langka di Indonesia.

10. komplain publik terhadap laporan keuangan dan opini akuntan publik relatif jarang dijumpai di Indonesia. Padahal praktik fraud akuntansi dan dampaknya adalah nyata. Di Amerika Serikat, komplain gugatan baru oleh publik terjadi bila perusahaan yang mengalami fraud mengajukan pailit atau pengawas pemerintah menemukan fraud ketika melaksnakan auditnya atau adanya pengaduan tentang fraud.

Analisis kasus :
Toshiba Corporation melakukan berbagai cara untuk membuat kinerja keuangannya terlihat lebih baik. Salah satunya adalah menunda laporan kehilangan atau pergerakan biaya tertentu ketahun selanjutnya tetapi tidak sesuai dengan prinsip akuntansi.
Budaya perusahaan menjadi suatu ancaman intimidasi bagi karyawan Toshiba Corporation untuk melakukan penggelembungan keuntungan. Walaupun CEO tidak menginstruksikan secara langsung untuk melakukan penyimpangan, karyawan tetap melakukannya karna target yang harus dicapai tinggi. Sayangnya cara yang dilakukan salah, karena memanipulasi laba menjadi tinggi dalam laporan keuangannya, padahal angka tersebut tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

Dalam kasus ini, Akuntan Toshiba Corporation tidak mematuhi prinsip dasar etika:

  1. Integritas: Tidak bersikap jujur terhadap para investor dan pengguna laporan keuangan lainnya.
  2. Objektivitas: Mementingkan profit perusahaan agar terlihat baik setiap tahunnya.
  3. Kompetensi dan kehati-hatian profesional: Melakukan akuntansi yang tidak pantas dengan menunda laporan kehilangan atau pergerakan biaya tertentu ketahun selanjutnya.
  4. Kerahasiaan: Tidak menungkapkan kebenaran atas kinerja keuangan perusahaan.
  5. Perilaku Profesional: Telah dilaporkan dan pihak perusahaan bersiap membayar kerugian yang ditanggung investor menggunakan provisi. (Kompas.com, 13/10/2016

Referensi:
  • Etika - K. Bertens (2007)

  • http://iaiglobal.or.id/v03/materi-publikasi/materi-70
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

English Tenses used in Business [Present Tense]

Assalammu'alaikum Wr. Wb Hi everyone~ In this post I'll be writing about how we used English tenses in business life.. (Jadii maklumin yaak kalo writernya sekarang sok"an pakai bahasa inggris...  Hehe (´ヮ`) and this is for my homework actually,  again!) What I will explain is how we used it and what's the difference between them.  As we have know,  there are 16 tenses in English language.  The 16 tenses is divided to three categories (if I'm not wrong) : Present Tense Past Tense Future Tense And in this post I will explain the Present Tense first . Present Tense ^Present Simple Tense -> Present Simple Tense usually used when we talk about our routines, habitual, activities (something we always do or sometimes happen). In this tense we add '-s/es' to verbs if we use pronouns he/she/it. We don't need to add '-s/es' if we used pronouns I/you/they/we. Example: (In daily life) I go to school She goes

TEORI BAHASA KOREA + POLA KALIMAT

Di dalam bahasa Korea terdapat beberapa tingkatan bahasa yang digunakan baik dalam kesehari-harian maupun dalam situasi tertentu. Hal ini sangat menentukan adanya perubahan – perubahan kata yang di gunakan dengan ungkapan-ungkapan yang sesuai berdasarkan sifat atau jenis bahasa tersebut. Jenis bahasa tersebut adalah Bahasa Formal dan Bahasa Informal. a.Bahasa Formal Bahasa Formal adalah bahasa yang biasa dipergunakan pada situasi-situasi yang bersifat resmi atau formal yaitu misalnya : Situasi rapat, Lingkungan kerja, Bahasa dari bawahan terhadap atasan, Bahasa Pendidikan, Media Masa, Dll. Ciri-ciri dari bahasa Formal adalah : 1.Penekanan intonasi yang sangat tegas pada pengucapan 2.Selalu di akhiri dengan bunyi akhiran 습니다 ( - seumnida ), untuk ungkapan pernyataan, 습니까 ( - seumnika ), untuk ungkapan pertanyaan, 입니다 ( - imnida ), untuk ungkapan pernyataan dan십시요 ( sipsio ), untuk ungkapan perintah. b.Bahasa Informal Bahasa Informal adalah bahasa yang dipergunakan dalam sehar

Resolusi 10 tahun kedepan!

Assalammu'alaikum ^^ Pada postingan (untuk tugas Perekonomian Indonesia) kali ini saya ingin memberitahu tentang resolusi 10 tahun ke depannya saya nanti. :) Saya berharap resolusi yang saya tuliskan ini juga dapat membuat para pembaca terinspirasi..  1. Lulus Kuliah dengan Hasil yang Memuaskan! Karna saya masih kuliah, hal yang saya ingin lakukan sekarang adalah mengejar dan mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya. Agar kelak saya mendapatkan IPK yang bagus dan membuat orang tua saya dan keluarga besar saya bangga terhadap saya.  2. Bekerja dan Mendapatkan Penghasilan yang Banyak! Tujuan saya mendapatkan IPK yang bagus itu adalah agar saya dapat diterima di tempat kerja yang saya inginkan sebagai akuntan. Saya tidak hanya akan berpegang dengan nilai, namun saya juga berpegang pada skill yang saya miliki.  Lalu saya akan mengumpulkan penghasilan saya hingga mendapatkan hasil yang banyak. 3. Bersekolah lagi? Maksud saya bersekolah lagi yaitu, saya ing